SALAM SASTRA.....

Sabtu, 09 Oktober 2010

cerpen "BILIK WAKTU"


Titik pandanganku tertuju pada warnet yang ada di depan kampus, tempat aku kuliah menima ilmu di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Sepeti biasa dosenku memeberikan tugas dan kemudian disetor lewat email. Hidup ini semakin mudah saja. Itulah yang kurasakan di zaman serba canggih ini.
Dengan langkah yang tidak terlalu cepat, aku menuju ke warnet itu. Banyak sandal dan sepatu yang berserakan di depan pintu warnet itu. Aku berharap masih ada tempat untuk aku berinternet ria. Dengan santai aku melepaskan sepatuku dan menaruhnya dengan rapi di sudut tembok bersampingan dengan sepatu-sepatu yang lain. Aku membuka pintu warnet. Seperti biasa udara sejuk itu menyambutku dengan lembut. Udara itu berasal dari sebuah AC yang dipasang di atas dinidng warnet tersebut. Udara yang berasal dari perkembangan teknologi dan tangan-tangan kreatif penciptanya. Dari pintu, aku sudah bisa melihat semua bilik. Penjaga warnet berada di tengah ruangan, sehingga aku mesti berjalan ke tempat itu untuk menanyakan bilik yang asih kosong. Kulihat di dalam apakah ada orangnya, setiap bilik yang kulewati untuk sampai di tempat penjaga warnet.
Jam sepuluh pagi, warnet sudah ramai. Adapun yang kosong cuma satu atau paling banyak dua. Semua bilik yang kulewati sudah terisi. Aku berharap masih ada tempat kosong di bilik-bilik yang belum kulihat. Aku sampai di tempat penjaga warnet. Aku sedikit gugup karena penjaganya seorang wanita muda yang kira-kira berumuran sama denganku. Ia masih malayani pengunjung yang lain yang ingin mem-print out ketikannya. Setelah selesai. Ia baru melayaniku.
“Ada yang kosong?” yanyaku senyum. Aku semakin gugup saja setelah menatapku dengan  senyum yang mempesona.
“Ada. Nomor lima.” Jawabnya ramah sambil menunjukka tempat itu. Tempat itu berasa pas di depan penjaga warnet itu.aku langsung ke ke bilik 7 itu yang hanya membutuhkan tiga langkah dari belakangku.
Kumasuki bilik itu, lalu aku duduk di depan komputer yang menyala. Kuletakkan tas yang kubawa di atas kursi di samping kiriku. Satu bilik menyediakan dua kursi. Ukuran bilik untuk mengakses internet di warnet tidaklah lebar, hanya cukup untuk menaruh satu komputer di atas meja dan dua kursi di depannya. Namun, ada beberapa bilik yang tidak memakai kursi, melainkan dengan lantai. Tujuannya agar bilik itu bisa ditempati lebih dari dua orang.
Berselang satu menit aku duduk di warnet itu, lagu give thanks to Allah mengalun dari handphone-ku. Ada tanda pesan dari seseorang yang ditujukan padaku. Setelah membalas pesan, aku kembali fokus untuk mengakses. Seperti biasa, sebelum mengirim tugas lewat email, terlebih dahulu aku membuka situs jejaring sosial yang sangat banyak dikunjungi penduduk dunia, yakni facebook. Aku mempunyai akun facebook yang telah kubuat 3 bulan lalu. Facebook juga berhubungan dengan email karena syarat membuat akun facebook harus mempnyai email.
Kurang dari 5 detik, jendela facebook terbuka. Aku langsung melihat apakah ada pemberitahuan dari status yang kubuat atau dari komentarku di status temanku. Setelah melihat semua, aku me-minimalize jendela facebook-ku lalu aku membuka situs yahoo untuk masuk ke emailku. Jaringan untuk masuk ke situs yahoo agak lambat sehingga membuatku harus sabar menunggu. Sejenak kualihkan pandangaku ke luar bilik, aku melihat 3 orang anak kecil berpakaian SD masuk ke bilik yang ada di depanku, bersebelahan dengan penjaga warnet. Mereka kelihatan sangat senang. Kulihat di tangan ketiga anak itu masing-masing memegang sebuah handphone. “Sepertinya mereka anak orang kaya” pikirku dalam hati. Aku sedikit tersenyum. Pandanganku tetap ke anak-anak itu.
Waktu aku masih kecil, internet dan handphone masih sangat langka keberadaannya. Saat itu yang ada hanyalah mesin tik dan surat yang membutuhkan waktu yang agak lama untuk selesai dan sampai. Semasa SMA dulu, aku pernah berpacaran dengan seorang wanita yang berbeda sekolah dan berbeda tempat tinggal denganku. Alternatif lain untuk kami bisa berhubungan adalah dengan surat. Handphone masih sangat langka dan harganya pun masih sangat mahal. Tapi bagiku, surat lebih bagus dibandingkan handphone dalam meluapkan perasaan kepada sang kekasih, lebih romantis rasanya. Saat aku masih duduk di bangku SD, Di jalan yang banyak terlihat adalah kotak surat, tapi sekarang yang banyak terlihat adalah counter handphone. Begitu pun dengan internet maupun AC dan segala benda teknologi yang sekarang telah memenuhi dunia sekarang ini.
Aku masih memandang anak-anak itu, tapi aku segera tersadar bahwa aku harus cepat mengirim tugas kuliahku lewat email. Jendela email sudah terbuka, aku cepat melakukan sign in dan memasukkan alamat email beserta kata sandinya, lalu menekan enter dan menunggu emailku terbuka. Namun, sepertinya hari ini tidak mau bersahabat denganku. Layar komputer tempat aku mengakses internet tiba-tiba menjadi hitam. Kukira emailku yang rusak, ternyata komputernya yang mati. “aduh.. kenapa mati ini komputer?” tanyaku kesal. Aku tak tahu kenapa. Aku langsung saja keluar dari bilik pergi ke tempat penjaga warnet, tapi penjaga warnetnya tidak ada. Aku semakin gelisah karena aku hanya membawa uang pas untuk mengakses internet selama satu jam. Sebelumnya hal ini pernah juga kualami di warnet lain, komputernya juga mati setelah dihidupkan lagi waktunya masih berjalan.
Kulihat pengunjung yang lain masih asyik, komputer mereka tidak mati, apalagi anak-anak itu yang tadi kuperhatikan. Mereka masih dengan senyum yang lebar memainkan komputer. “waduh.. gawat ini kalau waktunya udah lewat satu jam” ucapku gellisah. Aku juga tak tahu sudah berapa lama main waktu komputer itu masih menyala, tapi setahuku sudah lama juga aku mainnya. Aku tetap berdiri sambil menolehkan wajahku ke kanan dan ke kiri berharap melihat penjaga warnet itu.
“Manakah ini penjaga warnetnya, dia pergi melahirkankah?” tanyaku kesal dalam hati. Sudah sekitar 10 menit aku menunggu. Aku masih menoleh ke kanan ke kiri. Dari pintu yang ada di ujung warnet itu, keluar seorang pria setengah baya. Aku langsung menghampirinya.
“Mas komputerku mati” ucapku pada orang itu. Sepertinya ia orang yang punya warnet.
“yang mana?” Tanya orang itu sambil berjalan beriringan denganku. Aku juga langsung menunjukkan bilik tempatku. Ia langsung masuk ke bilik itu dan duduk layaknya pengunjung yang ingin mengakses internet. Saya juga masuk dan berdiri di samping komputer itu. Saya melihatnya memperbaiki kabel-kabel yang terhubung di komputer dan CPU. Tiba-tiba saja komputer itu menyala.
“Sudah menyala” ucapnya kepadaku sambil keluar dari bilik itu dan menuju ke tempat duduk penjaga warnet.
Aku kembali duduk dan cepat melihat layar komputer itu. Waktunya masih jalan dan sudah 45 menit berarti lagi 15 menit aku mengakses internet. Jendela yahoo yang kubuka sudah hilang dan terpaksa aku harus membuka ulang dan bertempur dengan jaringan yang semakin lambat karena semakin banyak pengunjung di warnet itu.Sebenarnya aku ingin meminta pertambahan waktu untuk menggantikan waktuku saat komputer mati, tapi aku takut bicara sama orang yang tadi itu, mukanya yang sangar membuatku ragu untuk menanyakan hal itu.
Aku langsung cepat-cepat membuka email milikku dan segera mengirim tugasku ke alamat email dosenku. Aku selesai mengakses internet persis lagi 2 menit baru 1 jam. Aku langsung mengambil tasku dan pergi ke tempat penjaga warnet untuk membayar. Sambil berjalan keluar sejenak kuperhatikan bilik itu diam-diam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar